Rabu, 21 November 2012

Contoh Profil Negara Maju- Jepang


Jepang

Jepang merupakan negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia Timur, tepatnya di sebelah Timur daratan Semenanjung Korea. Secara astronomis, Jepang berada antara 30°LU - 46°LU dan 128°BT - 179°BT. Luas negara ini sekitar 377.837 km² dengan jumlah penduduk mencapai 127.333.000 jiwa. Berdasarkan kedua indikator tersebut, rata-rata kepadatan penduduk Jepang sekitar 323 jiwa/ km². Sebagai negara kepulauan, Jepang memiliki beberapa pulau besar sebagai pulau utama, yaitu Honshu (pulau terluas sekaligus letak ibukota Jepang, Tokyo), Hokkaido, Kyushu, dan Shikoku. Selain itu, terdapat lebih dari 3.000 pulau kecil yang mengelilinginya. Di bidang perekonomian, Jepang banyak memegang peran penting, pendapatan perkapitanya yang tinggi (mencapai 31.410 US dollar) serta kestabilan mata uangnya mengantarkan Jepang sebagai salah satu negara maju di kawasan Asia. Di percaturan dunia, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan mendapat julukan “Macan Asia” karena kemampuan negara - negara tersebut dalam memperkukuh pengaruh perekonomiannya di kawasan Asia. 
Berikut ini beberapa bentuk kemajuan Jepang di berbagai bidang :
Kemajuan Di Bidang Pertanian
Daratan Jepang banyak terdapat gunung dan pegunungan, sehingga topografinya relatif kasar. Kondisi ini menyebabkan Jepang memiliki luas wilayah pertanian yang tidak begitu luas, yaitu hanya ± 16% dari seluruh wilayah daratannya. Akan tetapi, meskipun luas wilayah pertaniannya relatif sempit, Jepang ternyata mampu menghasilkan produk pertanian yang berkualitas. Hal ini dipengaruhi oleh kesuburan tanah dan kemampuan sumber daya manusia dalam mengolah dan berinovasi di bidang pertanian, terutama dalam pemanfaatan teknologi dalam menciptakan varietas - varietas baru unggulan, pupuk, alat - alat pertanian dan obat - obatan. Hasil - hasil pertanian Jepang antara lain padi, kentang, jagung, sayur - sayuran, teh, jeruk, dan apel.

Kemajuan Di Bidang Perikanan dan Peternakan
Ikan merupakan bahan makanan kegemaran mayoritas penduduk Jepang. Oleh karena itulah pemenuhan akan konsumsi ikan (terutama ikan laut) di Jepang sangat tinggi. Hal ini didukung oleh adanya pertemuan arus hangat dan arus dingin (Kurosyiwo dan Oyasyiwo) di perairan Jepang yang kaya akan ikan. Hasil - hasil perikanan Jepang meliputi ikan salmon, makarel, tuna, hiu, haring, dan paus. Kesemuanya itu sebagian dikonsumsi langsung dan sebagian lagi diolah sebagai makanan kaleng. Adapun peternakan yang banyak berkembang di Jepang adalah peternakan babi, ayam, dan sapi.
Kemajuan Di Bidang Industri
Jepang merupakan negara industri besar. Bahkan saat ini Jepang menduduki peringkat kedua setelah Amerika Serikat sebagai negara industri besar di dunia. Produk industri Jepang telah tersebar ke berbagai pelosok dunia. Produk - produk tersebut meliputi produk permainan, barang elektronik, mobil/otomotif, obat - obatan/bahan kimia, tekstil, bahan makanan olahan, semen, kertas dan barang cetakan, kamera, dan alat transportasi. Bahkan, saat ini hasil industri otomotif Jepang merupakan hasil industri otomotif terbesar dunia. Hasil pembangunan negara Jepang di bidang industri ini sangat luar biasa, mengingat Jepang miskin sumber bahan mineral, sehingga sebagian besar bahan baku industri tersebut diimpor dari negara lain, termasuk dari Indonesia.
Kota - Kota Utama Jepang
  1. Tokyo, merupakan ibukota Jepang, sekaligus sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, dan pendidikan bertaraf internasional.
  2. Osaka, merupakan kota terbesar kedua Jepang, sekaligus sebagai pusat industri tekstil.
  3. Nagoya, merupakan pusat industri pesawat terbang, otomotif, lokomotif, dan industri besar lainnya. Keberadaan kota ini oleh orang Jepang dianggap sebagai “ibukota” Jepang di wilayah tengah.
  4. Kyoto, merupakan ibukota Jepang hingga tahun 1868, kota ini sekarang berkembang sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan.
  5. Ginza, merupakan pusat hiburan, bisnis, dan perdagangan bertaraf internasional http://www.crayonpedia.org/mw/Negara-Negara_Yang_Digolongkan_Sebagai_Negara_Maju_dan_Berkembang_9.1

CERPEN PERSAHABATAN- KARYAKU




"TAK ADA YANG ABADI"
Tet...tet… bel masuk sekolah pun berbunyi semua siswa termasuk aku bergegas menuju ke kelas. Seperti biasa dia sudah berada di depan kelas seolah – olah seperti orang yang sedang menerima tamu. Dia adalah Rian, teman sekalasku yang jail! Bahkan tidak hanya jail, pokoknya sangat menyebalkan, karena dia sering mengancam teman – teman yang lebih lemah / lebih kecil darinya. Menurutku dia mempunyai pribadi yang jelek. Entah kenapa dia mempunyai banyak teman laki-laki yang sama-sama jailnya. Namun terkadang Rian merupakan sosok siswa yang konyol di kelas, sampai-sampai aku sering dibuat geli olehnya dan sahabatnya Dana. Sesekali dia sering menjailiku, otomatis aku pun kesal dan ingin melawan, tetapi dia menanggapi dengan santai dan tak peduli, akhirnya aku mundur karena takut juga karena aku perempuan dan dia laki-laki duh..! Ampun! Hari itu aku dengan santainya lewat di depannnya. Dalam hati aku sambil berhitung, setelah hitungan ke 10 Rian langsung berbalik lalu ia langsung menuju ke tempat duduknya. Aku heran campur terkejut, tidak biasanya dia seperti ini , biasanya dia selalu menjailiku dan berhasil membuatku kesal.
Tiba – tiba terdengar langkah kaki yang makin lama makin dekat. Ternyata Pak kus sudah datang dan siap untuk mengajar kami. Semua temanku langsung duduk dan bersiap menerima pelajaran. Saat pelajaran berlangsung aku iseng-iseng menengok ke belakang yaitu ke arah Rian. Tak ku lihat canda tawa darinya. Apa yang terjadi padanya? Apa mungkin dia ada masalah? Dalam hatiku bertanya-tanya.
Dua jam pelajaran sudah mulai membosankan, karena waktu itu akan istirahat dan pelajaran jam pertama akan berakhir. Tak lama kemudian bel istirahat berbunyi. Semua siswa berhamburan keluar. Ada yang bermain , membeli makanan ringan, dan ada juga yang sekedar mengobrol dengan teman-temannya. Entah mengapa Rian tak tampak dalam kegiatan apapun, dia hanya berdiam diri di kelas. Hmm … sepertinya ada yang aneh pada dirinya hari ini. Aku pun mencoba untuk menyapanya.
“ Hai Rian !”sapaku sambil tersenyum.
“ Hai juga Fi…” jawabnya lirih.
“Ada apa denganmu hari ini? Kulihat kau hanya berdiam diri terus, mana kekonyolanmu dan kejailanmu itu? Apa kau sedang sakit yan?” ledekku kepada Rian sambil tertawa kecil.
“ Hmm.. bukan begitu Fi. Aku sedang tidak enak badan saja. Maka dari itu aku tidak ikut bermain dengan yang lain apalagi menjailimu, maaf saja sudah membuatmu khawatir.” jawabnya sambil menunduk dan lesu.
Aku terkejut dengan jawaban Rian tadi. Namun bagaimana lagi mungkin memang dia sedang sakit dan tidak boleh terlalu capek.
“ Baiklah kalau begitu, tapi kau harus tetap semangat ya!” ujarku sambil menepuk punggungnya.
“ Terima kasih ,Fi. Maaf kalo selama ini aku menjailimu mungkin sudah saatnya aku berhenti. Ternyata kau peduli padaku.” jawabnya sambil tersenyum padaku.
“ Ah.. biasa saja. Besok kau harus sembuh ya! Agar bisa bermain bersama lagi dengan yang lainnya.” mukaku pun mulai memerah karena dipujinya.
“ Iya pasti ! jawabnya sambil tersenyum dan memegang tanganku erat-erat, lalu iya pergi dan melepaskan pegangannya dan bermain dengan teman-teman yang lain.
Aku tidak tahu mengapa. Jika aku melihatnya sedih seperti ada yang kurang dari diriku. Aku merasa nyaman sekali walau dia selalu menjailiku. Andai ia tahu aku sangat peduli dengan apa yang ia lakukan.
Ku dengar teriakan dari sudut sana. Tak ku kira dia sudah memulai kekonyolannya kembali. Aku hanya memandanginya di jendela tak sadar dia berkedip kepadaku, sambil berkata terima kasih dengan lirihnya.
Tak terasa bel sudah berbunyi kembali, ternyata aku terlalu lama melamun. Aku terkejut sekali karena Rian mengagetanku.
“ Hai Silfi..! Hayo ngelamun aja sih? Memang gak ada kerjaan lain apa?” sapanya sambil memukul lirih punggungku,kemudian ia memegang tanganku.
“ Duh ! kamu ni yan.. Bikin kaget saja si. Hehe aku tak sadar tadi hanya mengkhayal sedikit.” jawabku sambil membalasnya tersenyum kecut karena dia mengagetkanku.
“ Hehe.. maaf fi. Udah bel lo.. cepetan persiapin untuk pelajaran lagi. Yuk! “ ajaknya dengan merangkulku, kemudian berjalan menuju tempat duduk.
Kini apa lagi yang terjadi padanya? Tapi tak apa, aku senang dengan dia yang sekarang. Berarti aku berhasil membujuknya untuk bermain kembali.
Terdengar bisikan yang membuat telingaku geli.
“ Terima kasih fi …! Ternyata kau tulus menolongku.” bisiknya sambil terus berjalan ke tempat duduknya yang berada di belakang bersama dengan Sam.
Pipiku tiba-tiba memerah. Lagi –lagi aku seperti ini. Tak sadar aku senyum-senyum sendiri. Hingga teman-teman meledeku bahwa aku ada hubungan spesial dengan Rian. Spontan aku langsung membantahnya. Kemudian teman-teman di kelasku langsung duduk dengan tenang karena Pak Kus datang.
Jam menunjukkan pukul 12.30. Sebentar lagi bel akan segera berbunyi. Ku lihat Rian telah bersiap-siap untuk pulang. Ia merapikan buku-buku dan memasukannya ke dalam tas. Pak Kus menyuruh kami untuk berkemas-kemas.
Bel pulang sekolah menyambut kegembiraan semua siswa untuk pulang sekolah dan kembali bertemu keluarganya. Setelah selesai berdoa bersama aku dan teman-teman sekelasku pulang. Ku tengok ke kanan dan ke kiri untuk mencari Ayahku. Senyum pun terlukis dalam bibirku. Melihat Rian menghampiriku serta menggandeng ku menuju ke ruang tunggu dimana Ayahku berada. Ternyata Ayah Rian juga sudah siap menjamputnya. Semakin dekat dengan Ayah aku melepaskan peganganku ini, kemudian berlari ke arah Ayah. Aku mendekat ke motor Ayah. Namun Ayah sedang asik mengobrol dengan Ayah Rian. Aku mendengar sedikit kata “periksakan saja ke dokter mungkin ini penyakit serius.” Aku bertanya-tanya. Sebenarnya ingin ku dengarkan obrolan Ayahku dengan Ayah Rian dengan seksama, tetapi tiba-tiba Rian buru-buru untuk mengajak Ayahnya pulang. Mau bagaimana lagi, aku juga ikut pulang. Tunggu saja perkembangan Rian besok.
Lelah menyelimutiku, setibanya di rumah langsung kusandarkan tubuhku ini ke sofa di ruang tamu rumahku. Ku rebahkan rambutku. Hembusan nafasku terasa panas. Ku tarik nafas dalam-dalam untuk melepas lelahku sejenak. Ibu menyambut kedatanganku dengan raut wajah yang gembira. Perlahan Ibu menghampiriku di ruang tamu lalu membantu membawakan tasku yang berat ini. Ia juga mengelus rambutku. Ibu pun langsung menawarkan masakan istimewanya untuk makan siangku.
“ Kau pasti lelah ya nak. Cepatlah makan Ibu sudah membuat makanan kesukaanmu. Lihat saja! Setelah kau memakanya pasti kau akan semngat kembali.” sapanya dengan lembut.
“ Iya Bu.., aku ganti baju dulu ya.” jawabku lemas sambil menuju ke kamar.
Aku bergegas untuk ganti baju karena aku sudah sangat lapar, apalagi ditambah makanan kesukaan ku yang baru dimasak oleh Ibu yaitu belut goreng dengan sambel pecak yang sungguh sedap tak tertandingi. Krek.. terdengar suara pintu kamarku yang terbuka setiap ada orang yang membukanya. Ternyata itu Ibu yang sedang menggendong kucing kesayangannya ke kamar. Ibu langsung meletakan kucingku itu ke kasur agar kucing itu tidur.
“ Sudah selesai kan gantinya? Sekarang makan sana, mumpung masih hangat lho…” ujar Ibu sambil terus mengawasi kucingku itu agar ia tertidur.
“ Iya ,Bu. Ibu aku boleh cerita tidak?” tanya ku dengan tersenyum lalu duduk di atas kasur sambil membelai kucingku yang lucu.
“ Memang mau cerita apa ,Fi?” Ibu balik bertanya.
“ Hmm.. Rian tadi pagi keliatan murung sekali Bu sepertinya dia sakit, ternyata setelah ku Tanya dia memang sedang tidak enak badan. Namun, aku mendengar pembicaraan Ayah dengan Ayah Rian sepertinya penyakit itu tidak bisa diremehkan. Penyakit apa ya Bu? Tolong tanyakan ke Ayah dong Bu..? bujukku dengan ramah dan tersenyum.
“ Oh ya? Kalau kamu mau tau penyakitnya ya .. tanyakan sendiri aja to ,Fi. Kalau Tanya baik-baik pasti boleh kok. Ok?” jawab Ibu sambil menggandeng tanganku ke meja makan.
“ Ya sudah ,Bu. Sekarang aku mau makan dulu deh.” ujarku dengan penuh perasaan lalu duduk.
Aroma Belut goreng buatan Ibu memang sangat menggugah selera. Apalagi sambalnya yang pedas tetapi membuat kangen penikmatnya. Jadi betah tinggal di rumah. Perlahan ku santap hidangan sedap itu. Lambat laun makanan yang ku makan tersebut hilang alias hilang ditelan aku sendiri. Maklum lah kalau sedang lapar sekali aku sering tak lama-lama dalam memakan makanan buatan Ibu.
Terdengar suara Ibu yang menyuruhku untuk cuci tangan. Aku berlalu meninggalkan meja makan menuju ke kamar mandi untuk cuci tangan. Selesai dari mencuci tangan aku langsung menuju tempat tidur untuk istirahat sejenak dan sorenya belajar kembali. Tiba –tiba terbayang wajah Rian dibenakku, ada apa ini? Kenapa aku kepikiran dia terus? Ku coba untuk menghapus bayangnya. Namun, tidak bisa. Dia sedang apa ya sekarang? Apakah dia sudah sembuh? Apa benar penyakitnya itu berbahaya? Atau hanya perasaanku saja? Dalam hatiku bertanya. Doa terucap terus dari bibirku, doa sederhana yang ku ucapkan khusus untuknya,agar dia cepat sembuh, dan dimudahkan dalam segala hal. Hatiku benar-benar bimbang siang itu.
Lamunan itu membuatku tertidur hingga pukul 17.00. dengan buru-buru aku menuju ke kamar mandi untuk mandi. Waktuku untuk belajar dimulai. Ngantuk pun melanda, karena sudah larut malam, langkah kakiku bergerak menuju ke kamar mandi yang berada dibelakang, malam itu suasananya begitu sunyi, usai dari kamar mandi langkah kaki ini langsung menuju ke kamar tidur. Lelahnya hari ini,ku baringkan badan ini di tempat tidurku yang nyaman. Lagi –lagi bayangnya terlihat dengan jelas. Ya Ampun.. ada apa ya ini. Apa aku melamun lagi? Makin lama aku pun mengantuk dan akhirnya tertidur.
Suara adzan subuh terdengar di telingaku. Spontan aku terbangun,lalu bergegas mengambil air wudhu. Shalat subuh telah ku laksanakan kini ku panjatkan doa-doaku. Ku selipkan nama dirinya dalam doaku.
Jam di rumahku menunjukkan pukul 05.45. Buru-buru aku langsung makan. Ibu yang sedari tadi sudah bangun untuk menyiapkan sarapan pagi untukku kelihatan lemas pagi ini. Namun, Ibu berusaha untuk tidak terlihat lelah ia tersenyum padaku lalu menghampiriku di meja makan.
“ Silfi.. udah bangun ya, makan yang banyak ya biar nanti di sekolah kuat dan bisa melaksanakan pelajaran dengan mudah ya!” sapa Ibu dengan penuh kasih sayang.
“ Iya,Bu pastinya, pagi ini aku benar-benar lapar.” jawabku sambil membalas senyumannya.
Ibu berlalu meninggalkanku untuk melanjutkan menyapu rumah. Ku santap hidangan sarapan buatan Ibu dengan enaknya. Ayah bangun dari tidurnya, dengan mata setengah tertutup.
“ Hei ,Fi. Sudah bangun ya? Wah Ayah kalah ni, ayo cepat, selesai makan mandi ya!” sapa Ayah sambil mengusap-usap matanya agar terlihat tidak ngantuk.
“ Iya deh. Ayah juga, cepat cuci muka supaya mata Ayah tidak kelihatan ngantuk sekali.” ledekku sambil mengambil air minum yang ada di pojok meja makan.
Semuanya telah siap. Aku dan Ayah berangkat ke sekolah dengan menggunakan motor. Sebelumnya aku cium tangan ibuku dan neneku. Motor ayah melaju dengan cepat karena sudah mulai siang.
Setibanya di sekolah langsung kutuju kelas kesayanganku yang keci, tetapi sangat penuh kenangan di dalamnya. Sering terjadi kejadian aneh dan lucu. Itulah yang menyebabkanku menyayangi kelas ini. Teman-teman perempuanku ternyata sedang mengobrol dengan asiknya, aku pun mndekatinya hingga ku dengar mereka sedang membicarakan Rian. Antusiaslah aku.
“ Hai! Sudah berangkat duluan ni,tumben,Sif?” senyum menghiasi sapaanku kepada sifa
“ Hai,Fi. Iya aku sudah berangkat sejak tadi. Eh, kau kan orang yang dekat dengan Rian ya? Fi, ternyata Rian hari ini tidak berangkat, aku tidak tahu karena apa.” ujarnya sambil memandangku dengan penuh pertanyaan sambil terus mengobrol dengan yang lain.
“ Hah? Ia tidak berangkat? Paling dia belum sembuh dari sakitnya. Tenang saja itu sakit biasa kok, paling besok dia sudah berangkat dan ceria seperti biasanya.” jawabku sambil menyembunyikan raut wajahku yang mulai cemas dengan keadaan Rian.
Lama –lama pembicaraan itu selalu menyudutkanku dengan Rian. Bukannya punya rencana untuk menjenguknya malahan ngegosip jadinya. Ku langkahkan kaki menjauhi Sifa dan temannya itu. Maklum mereka itu terkenal dengan gosipnya yang hot-hot. Herannya banyak yang suka dengannya karena mungkin dia tinggi,dan cantik.
Langkah kakiku terhenti di depan jendela itu. Jendela kelas yang lebar. Senangnya jika sedang berada disitu. Angin yang sepoi-sepoi seperti menjadi AC alami bagiku. Sayangnya hari ini Rian tidak berangkat, karena ini tempat favorit kami berdua jika kepanasan di dalam kelas. Kami selalu bergurau di situ serta melamun bersama. Tak ku sangka aku melamun lagi, teringat bayangnya kembali. Aku bergumam, apa ini pertanda sakitnya tidak sembuh? Ku pukul-pukul jidatku. Tidak jangan berprasangka seperti itu. Dia pasti akan sembuh. Tiba- tiba dari belakang aku dikagetkan oleh Sifa.
“ Hei ! melamun saja kau. Dari kemarin aku lihat kau melamun terus ,Fi? Ada apa Fi? Maaf soal yang tadi ya!” sapa Sifa dengan suara yang lirih dan merunduk.
“ Aduh! kau ini Sif, mengagetkanku saja! Kalo aku jantungan gimana? Yeah, maybe there is a little problem. Maaf soal apa Sif?” jawabku dengan sedikit mempraktikan kemampuan berbahasa inggrisku.
“ Soal perbincanganku tadi dengan teman-teman. Kamu pasti merasa disudutkan, kami hanya berbicara soal Rian kok. Maaf saja tiba-tiba kita menggosip antara kamu dengan Rian,habis kamu deket si  sama dia. Memang Rian kenapa Fi? Dari kemarin kamu menghiburnya melulu?” tanyanya sambil membuka makanan ringan yang baru dibelinya.
“ Hehe, kepo banget si kamu Sif? Iya aku maafkan kok. Dia sedang sakit dari kemarin. Namun, dia tidak mau menceritakan apa penyakitnya padaku, semoga saja dia cepat sembuh.” ujarku sambil berdiri dan mengeluarkan tawaku yang khas.
“ Ok deh, ya semoga saja dia cepat sembuh ya!” sahutnya sambil berlalu meninggalkanku.
Sehari di sekolah tanpa Rian itu rasanya seperti ada yang kurang. Bel pulang sekolah terasa sangat cepat. Lesu raut wajahku ini tak bisa ku sembunyikan lagi. Hari ini lelah begitu terasa. Andai hari ini ada dia mungkin aku tidak akan selelah ini.
Setibanya di rumah sudah kulihat sesosok orang yang sangat menyayangiku di depan pintu rumah. Ku langkahkan satu demi satu kaki ini. Senyum selalu terpasang di raut wajahnya yang membuatku tiba-tiba semangat kembali tapi kali ini tidak. Perlahan Ibu menggandengku dan membantu untuk membawakan tas sekolah ku yang berat ini. Ia seperti kasihan denganku. Tak lupa ku ucapkan terimakasih. Seperti biasanya aku terkapar di tempat tidurku yang super empuk bagiku, sambil memandang langit-langit kamar aku membayangkan Rian kembali, bayanganku yang tidak-tidak tentang keadaan Rian kembali muncul. Ibu masuk ke dalam kamarku, seperti yang sudah- sudah Ibu menawarkan makanan untuk makan siangku. Aku bergegas bangun dari tempat tidur itu walau rasanya penat masih menyelimutiku. Makan siang kali ini aku benar-benar lesu tidak seperti biasanya aku selalu makan siang dengan semangat, biasanya aku juga mengobrol tentang pengalaman di sekolah tadi pada Ayah dan Ibu. Melihat keadaanku yang tidak biasa Ibu mengelus kepalaku dan bertanya.
“ Silfi, kau ini kenapa? Dari tadi Ibu lihat-lihat kok cemberut terus? Lesu sekali siang ini. Ada apa yang terjadi denganmu hari ini? Apa ada masalah di sekolah?” tanya Ibu sambil terus mengelus kepalaku.
“ Hm, maaf Bu, sudah membuat Ibu menjadi khawatir. Ya, hari ini aku memang sedikit lelah, tapi bukan berarti aku sakit. Masalahnya orang yang selalu menghiburku tidak berangkat, Bu.” jawabku dengan suara yang bergetar.
“ Oh, tapi kalau kamu benar-benar lelah habis makan langsung tidur saja. Siapa dia Fi?” tanya Ibu sambil mengambilkan minum dari dispenser.
“ Rian,Bu. Aku khawatir dia mengidap penyakit yang berbahaya. Apa mungkin hanya perasaanku saja. Karena kemarin aku belum sempat tanya ke Ayah apa penyakit Rian.” terangku dengan pelan.
“ Tanya saja pada Ayah. Mungkin Ayah tau.” jelas Ibu yang kemudian berlalu meninggalkan aku dan menuju ke dapur untuk memasak kembali.
Mendengar perbincangan aku dengan Ibu. Ayah datang dan duduk di kursi meja makan tepatnya di sebelahku. Ayah menceritakan semua tentang perbincangan Ayah kemarin dengan Ayahnya Rian.
“ Kata Ayah Rian kemarin, dia hanya sakit “udun” disekitar punggungnya.” jelas Ayah padaku dengan suara yang khas.
Udun adalah benjolan yang timbul karena mungkin keringat yang berlebihan yang mengandung bakteri lalu menjadi benjolan yang sakit, tetapi tidak gatal. Hampir seperti jerawat.
“ Terus kemarin Ayah bilang kalau sebaiknya di periksakan ke dokter saja? Iya kan?” tanyaku sambil memasang raut wajah yang penuh pertanyaan.
“ Ya, setelah dilihat- lihat, makin lama benjolan yang ada di tubuh Rian tumbuh membesar. Bisa saja itu kanker. Atau apa lah, lantas benjolan itu menyebar kemana-mana.” terang Ayah penuh bersahaja.
Mendengar hal itu aku terhenyak. Bibirku spontan tidak ingin bertanya apa-apa lagi tentangnya. Karena semakin aku bertanya semakin aku khawatir dengan keadaanya. Lebih baik memang tidak mengetahuinya.
Ting..Tung..Nada dering SMS dari telepon genggamku berbunyi. Bergegas aku mengambil telepon genggamku itu. Langsung ku buka kotak masuknya. Di situ tertera SMS dari Sifa yang mengabarkan berita yang tidak mengenakan hatiku.
From : Sifa f.
Teman–teman , ada sedikit berita yang mencengangkan. Maaf sebelumnya ya! Aku baru mendengarnya dari Dedi. Kata Dedi, Rian sakit parah lalu ia langsung dilarikan ke rumah sakit umum daerah di kota ini. Namun, Dedi melihatnya dalam keadaan tak sadarkan diri saat dia di bawa ke dalam mobilnya. Semoga berita ini bermanfaat bagi kalian. Bagi yang mau menjenguknya besok harap membawa uang Rp 10.000,00 untuk iuran sekedar membeli buah atau apa saja untuk Rian. Thanks .
Telepon genggamku tiba-tiba terjatuh dari genggaman tanganku. Aku yang tadinya berdiri tiba-tiba ikut jatuh dan meneteskan air mata. Air mata mengalir deras di pipiku. Namun, aku harus kuat dalam menghadapi ini. Cepat – cepat aku menhapus air mataku. Aku harus semangat agar Rian bisa semangat untuk kembali sehat. Baiklah sudah kuputuskan aku akan ikut menjenguknya ke rumah sakit besok. Pastinya Rian sudah sadar dan kembali ceria karena dihiburku. Mungkin dia dilarikan ke rumah sakit gara – gara lemas tidak mau makan. Maklum orang yang sedang sakit pasti makanya selalu tidak enak.
Seusai makan siang langsung ku baringkan badan ini ke tempat tidur lagi. Rasanya kenyang sekali hari ini baru satu piring aku memakan makanan kesukaanku biasanya kalau ada makanan kesukaanku aku nambah terus. Mungkin karena mengetahui Rian dalam keadaan yang tak baik nafsu makanku berkurang. Ku pandang langit-langit kamar tidurku. Sejuknya angin yang berhembus dari jendela membuatku cepat mengantuk. Hawa dingin lama – kelamaan menusuk tubuhku. Ku tengok jendela kamar,terlihat awan putih yang tadi berseri padaku berubah menjadi awan hitam pekat. Ternyata sore ini akan turun hujan. Jendela kamar yang terbuka, segera ku tutup rapat-rapat, kemudian aku berbaring kembali ke tempat tidur hingga akhirnya aku tidur dengan lelapnya.
Malam pun datang. Suara burung hantu bersaut-sautan. Menyambut malam yang penuh dengan misteri. Memang benar aku merasa malam ini adalah malam yang penuh misteri dari pada malam sebelumnya. Namun, aku tidak ingin lama-lama merasakan hawa yang tidak enak, ku palingkan kepala ini kea rah meja belajar. Setumpuk buku telah menantiku di sana. Tersadar aku langsung belajar di tempat itu.
Malam semakin larut aku mulai mengantuk. Buku yang telah ku pelajari lalu ku taruh di tasku yang besar ini. Buku untuk besok sepertinya sangat berat daripada sebelumnya. Mulai lagi perasaan yang tak enak. Apa sebenarnya yang terjadi besok? Semoga tidak ada apa-apa.
Dug..dug..dug.. terdengar suara kakiku yang berlari dari tempat tidur. Hari ini aku benar tergesa-gesa. Ibu sudah menaruh sejumlah uang di dompetku untuk iuran hari ini. Seusai mandi aku sarapan bersama Ayah. Sebelum berangkat aku berdoa semoga hari ini Rian sudah sembuh dan bisa di jenguk serta ia tidak harus menanggung penyakit yang berat.
Setibanya di sekolah teman-teman sedang bersiap-siap menyiapkan uang iuran yang digunakan untuk membeli parsel buah untuk Rian. Ku serahkan uang ini kepada ketua kelas yaitu Dedi, setelah semua uang terkumpul ia serahkan uang itu ke Wali kelas kami. Kami meminta saran sebaiknya untuk membeli apa uang ini digunakan. Semua setuju agar uang tersebut dibelikan parsel buah. Aku terlihat paling antusias pada kegiatan kali ini. Ya, memang karena hari ini aku akan menjenguknya, mungkin aku bisa menghiburnya dengan lelucon yang baru ku dapat dari Ayah. Tak lama kemudian kami pergi ke rumah sakit tempat ia dirawat. Kami semua masuk dengan wajah yang ramah. Apalagi aku sudah sangat kengen dengan temanku yang satu ini. Bagaimana tidak dia selalu bermain denganku hingga aku digosipkan mempunyai hubungan special dengannya.
Kami sedikit kesulitan mencari-cari ruangan dimana Rian dirawat. Namun, setelah kami bertanya-tanya kepada petugas rumah sakit, setelah mengetahui ruangan dimana Rian dirawat kami langsung menuju kamar garuda nomor 5. Semakin dekat dengan ruangan Rian, jantungku berdetak semakin tak menentu, perasaan tidak enak menyelimutiku. Aku menggeleng-gelengkan kepala agar perasaan ini hilang. Di depan kamar garuda nomor 5 terlihat sesosok perempuan berbadan tinggi, putih, dan cantik. Matanya terlihat sembab seperti habis menangis. Wali kelasku yaitu Pak Kus langsung bertanya kepada sesosok perempuan tadi yang ternyata adalah ibu dari Rian. Ibu Rian menceritakan semuanya pada Pak Kus. Namun, kita belum mengetahui apa yang dibicarakan mereka. Selesai bertanya Pak Kus mulai menunjukkan raut wajah yang sedih. Apakah perasaanku ini benar? Pak Kus menceritakan semua kejadiannya kepada kami. Bruk ! mendengar cerita Pak Kus aku terjatuh dengan keadaan tak sadar Bruk ! mendengar cerita Pak Kus aku terjatuh dengan keadaan tak sadar. Ku coba membuka mata ini. Terlihat sesosok perempuan yang tadi berdiri di depan kamar dimana Rian dirawat. Ia menyodorkan sebuah amplop yang berisi surat.
“ Syukurlah kau sudah sadar. Apakah kau teman Rian yang bernama Silfi? Alhamdulillah ketemu juga. Ini ada sepucuk surat darinya untukmu sebelum Rian meninggalkan dunia ini untuk selama-lamnya.” ujarnya dengan suara serak seperti habis menangis sambil menyodorkan sepucuk surat dari Ibu Rian.
“ Terima kasih, saya turut berduka cita Tante.” jawabku dengan lirih sambil terus memandangi surat itu.
Aku tak ingin berbicara panjang lebar dengan Ibu Rian karena itu akan menyebabkan kesedihannya berlarut. Semua temanku menangis. Ada pula yang menjerit. Aku berusaha untuk tegar dalam menerima keadaan ini. Kenyataannya aku tak bisa membendung air mata ini lagi.
Sambil terus menangis ku sobek amplop yang di dalamnya berisi sebuah surat dari Rian untukku. Amplop itu berwarna biru laut yang menyejukkan hati. Semakin ku buka surat dari amplop itu kesedihanku berlarut-larut. Terbukalah surat itu. Ku baca surat dari Rian dengan cermat.
To: Silfi
Sudah lama aku menulis surat ini untukmu. Hanya berjaga-jaga, karena aku sudah tau penyakit ini daripada orang tuaku, aku sudah tahu sebelum aku diperiksa ke dokter. Jika aku sudah tidak bisa bermain denganmu untuk selama-lamanya aku harap kau mau membaca suratku ini. Sepucuk surat sederhana untukmu, dikatakan sederhana karena hanya berisikan permintaan maafku untukmu yang selama ini aku sering membuatmu marah karena aku jail. Aku paham betul perasaanmu saat ini, aku memang sudah tidak ada di dunia ini lagi ,Fi. Namun kamu jangan pernah bilang aku tidak ada, aku sebenarnya akan selalu di dekatmu walau itu mustahil. Tahukah kamu ,Fi, kau seseorang yang menyadarkanku betapa pentingnya seorang sahabat dan teman. Ternyata walau kau sering aku jaili, kaulah sosok orang yang paling perhatian tentang keadaanku selama ini. Maaf selama ini telah membuatmu khawatir dengan menyembunyikan penyakitku. Kau boleh saja marah denganku ,Fi. Andai saja kau tahu setelah kejadian kau menghiburku hari itu hatiku benar-benar tersentuh tentang apa yang kau katakan. Aku merasa telah menemukan orang yang benar-benar tulus berteman denganku,dan aku telah menjadikanmu sahabat seutuhnya. Sebenarnya ingin ku katakan hal ini setelah hari itu kau menghiburku. Namun naas penyakitku telah menggerogoti tubuhku yang lemah ini. Saat kau membaca surat ini kau pasti menangis. Tolong, Fi, jangan menangis, jangan keluarkan air mata itu hanya demi aku. Ingat aku janji akan selalu di dekatmu! Doakan aku masuk surga ya, semoga di akhirat nanti kamu bisa bertemu aku. Salam hangat.
                                                                                                    Your friendship
                                                                                                    Rian SP
Melihat semua isi surat darinya hatiku seolah diberi sekumpulan es batu. Benar-benar maknyesssss. Seketika air mata jatuh membasahi pipi serta baju ku ini. Posisiku yang semula duduk di ruang tunggu menjadi terjatuh. Aku menjerit dengan sekeras-kerasnya. Tiba- tiba aku ingat pesan Rian untuk tidak menangisinya karena Dia selalu ada di dekatku. Sontak aku berhenti menangis. Terlihat langkah kaki semakin mendekat padaku. Sosok laki-laki yang berbadan tinggi. Ternyata dia Rendra. Ia mengulurkan tangannya untuk membantuku bangun serta mengajaku untuk pergi agar tidak terlarut dalam kesedihan ini.
Sambil melangkah keluar aku mengobrol dengan Rendra. Ia sangat mengerti perasaanku. Dia menyuruhku untuk menuruti kata-kata Rian dalam surat itu. Ya! Aku harus tegar. Semuanya pasti tak ada yang abadi dalam dunia ini. Semuanya pasti akan kembali kepada Sang Pencipta. Kini aku benar-benar yakin. Jika tiba saatnya nanti, ragaku ini telah lemah, aku berdoa semoga di akhirat nanti aku bisa bertemu denganmu. Dalam hatiku berkata “tunggu aku di surga nanti,Rian.” Senyum manis pada bibirku mengiringiku berjalan keluar dari rumah sakit bersama Rendra.

Senin, 12 November 2012

Kisah tentang Wortel,Telur dan Kopi


Wortel, Telur atau Kopi? .. Penggambaran kekuatan seseorang dalam menghadapi cobaan..


Kehidupan tidak selalu indah, tidak selamanya akan berjalan lurus tanpa hambatan, kadang hidup harus melewati jalan berliku dan terjal..
Cobaan terbesar dalam hidup saya mungkin untuk menerima kenyataan bahwa Ibunda tersayang terkena stroke dan hanya mampu terkulai lemah di pembaringan..dan ternyata memberikan banyak pelajaran berharga..
Tuhan, Engkau memang luar biasa. Engkau Maha Besar. Dengan cara-Mu Engkau menyelesaikan segala persoalan. Bahkan dengan cara yang tidak terduga sekalipun. Cara yang sungguh ajaib..

Ada sedikit cerita yang saya dapet dari milis tetangga, semoga bisa sedikit memberi gambaran..
Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.
Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah.
Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api. Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya. Lalu ia bertanya kepada anaknya, “Apa yang kau lihat, nak?” “Wortel, telur, dan kopi” jawab si anak.
Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas.
Setelah itu, si anak bertanya, “Apa arti semua ini, Ayah?” Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi ‘kesulitan’ yang sama, melalui proses perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda. Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut.
“Kamu termasuk yang mana?,” tanya ayahnya. “Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?”
Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.”
“Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan maka hatimu menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?.”
“Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat.” “Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.”
“Ada raksasa dalam setiap orang dan tidak ada sesuatupun yang mampu menahan raksasa itu kecuali raksasa itu menahan dirinya sendiri”.
MASALAH ADALAH UJIAN KENAIKAN TINGKAT BAGI MANUSIA…
http://yrahmedi.wordpress.com/2010/03/03/wortel-telur-atau-kopi-penggambaran-kekuatan-seseorang-dalam-menghadapi-cobaan/

Kamis, 01 November 2012

TATA CARA PENYEMBELIHAN HEWAN

1. CARA PENYEMBELIHAN HEWAN
Menyembelih menurut bahasa : memotong atau menggorok leher binatang. Penyembelihan berarti proses,cara, perbuatan menyembelih.
Penyembelihan hewan dalam islam ada 2 yaitu Zabh dan Nahr.
a. Zabh : menyembelih dengan posisi hewan terbaring
b. Nahr : menyembelih dengan posisi berdiri
2. KETENTUAN MENYEMBELIH HEWAN 
a. rukun menyembelih
    - penyembelih orang islam
    - membaca basmalah dan shalawat nabi
    - binatang yang disembelih halal dikonsumsi
    - alat yang digunakan untuk menyembelih harus tajam
b. sunah menyembelih
    - memotong urat dengan tepat agar lekas mati
    - binatang yang lehernya panjang sunah disembelih di pangkal leher
    - menhadap kiblat
    - binatang yang disembelih dimiringkan ke kiri